Penyakit HIV/AIDS | Penjelasan Lengkap & Detail

Artikel: Penyakit HIV/AIDS | Penjelasan Lengkap dan Detail
Kategori: Penyakit

Penyakit HIV/AIDS

Latar belakang

Berbicara tentang Penyakit HIV/AIDS (HIV/AIDS Disease),  HIV/AIDS adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome, yaitu dua kondisi terkait yang disebabkan oleh infeksi virus HIV.

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia.

Virus ini menyerang sel CD4 (T limfosit) yang berfungsi untuk melawan infeksi dan penyakit.

HIV menggandakan diri di dalam sel CD4, melemahkan sistem kekebalan tubuh seiring waktu, dan akhirnya menyebabkan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh manusia.

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah tahap lanjut dari infeksi HIV.

Seseorang dianggap menderita AIDS ketika sistem kekebalan tubuhnya sangat terganggu, dan ia mengalami salah satu kondisi yang disebut Penyakit Oportunistik, yaitu infeksi atau kanker yang umumnya tidak menyerang orang dengan sistem kekebalan yang sehat.

Orang dengan AIDS berisiko tinggi mengalami penyakit serius dan potensial mengancam jiwa.

Asal mula Penyakit HIV/AIDS dapat ditelusuri hingga akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Virus Human Immunodeficiency Virus (HIV), yang menyebabkan penyakit AIDS, pertama kali diidentifikasi pada tahun 1983 oleh dua tim peneliti yang berbeda: Luc Montagnier dari Institut Pasteur di Prancis dan Robert Gallo dari Institut Nasional Kesehatan di Amerika Serikat.

Namun, ada bukti yang mengarah pada keberadaan HIV jauh sebelum tahun 1983. Berdasarkan penelitian ilmiah yang telah dilakukan, para ilmuwan meyakini bahwa HIV berpindah dari primata ke manusia di wilayah Afrika, khususnya di negara-negara seperti Kamerun dan Republik Demokratik Kongo.

Pada awalnya, HIV kemungkinan ditularkan dari simpanse kepada manusia. Virus ini kemudian berubah dan menyebar di antara populasi manusia melalui berbagai faktor seperti kontak dengan darah terinfeksi, berhubungan seksual tanpa pengaman, dan penggunaan jarum suntik yang tidak steril.

Kemudian, penyakit yang diakibatkan oleh infeksi HIV diberi nama Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS).

AIDS pertama kali diidentifikasi pada awal 1980-an ketika sejumlah kasus penyakit aneh dan langka terjadi di antara kelompok-kelompok berisiko tinggi seperti pengguna narkoba suntik dan penerima transfusi darah.

Sejak saat itu, HIV/AIDS telah menjadi pandemi global yang mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia.

Perlu diingat bahwa sumber penularan HIV/AIDS sekarang sudah lebih banyak diketahui, dan upaya telah dilakukan untuk mencegah penularannya.

Edukasi, penggunaan kondom, penggunaan jarum suntik steril, serta pengujian dan pengobatan dini adalah langkah-langkah penting dalam mengendalikan penyebaran HIV/AIDS.

Cara Penularan / Penyebaran Penyakit HIV/AIDS

Penyakit HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, menyebabkan penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). HIV/AIDS dapat menyebar melalui berbagai cara.

Berikut adalah cara-cara penyebaran penyakit HIV/AIDS secara lengkap:

  1. Hubungan Seksual Tanpa Pengaman
    Penularan HIV paling umum terjadi melalui hubungan seksual dengan seseorang yang terinfeksi HIV. Seks vaginal, anal, dan oral tanpa pengaman dengan orang yang memiliki HIV meningkatkan risiko penularan.
  2. Penggunaan Jarum Suntik yang Tidak Steril
    Penggunaan jarum suntik yang tidak steril oleh pengguna narkoba dapat menyebabkan penularan HIV. Bagi orang yang menggunakan obat-obatan secara intravena, penggunaan jarum dan alat suntik bersama dengan orang lain meningkatkan risiko penularan.
  3. Transfusi Darah dan Produk Darah
    Sebelum adanya pemeriksaan darah yang ketat, penularan HIV juga terjadi melalui transfusi darah dan produk darah seperti plasma dan faktor pembekuan. Namun, sekarang ini risiko penularan melalui transfusi darah sudah sangat rendah karena semua darah yang disumbangkan diuji untuk HIV sebelum digunakan.
  4. Dari Ibu ke Bayi
    Seorang ibu yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke bayinya selama kehamilan, persalinan, atau menyusui. Namun, jika seorang ibu dengan HIV menerima perawatan antiretroviral (ARV) selama kehamilan dan menyusui, risiko penularan dari ibu ke bayi dapat dikurangi secara signifikan.
  5. Kontak dengan Darah Terinfeksi
    Kontak langsung dengan darah yang terinfeksi HIV, seperti melalui luka terbuka, luka gores, atau digunakan bersama-sama dengan alat yang terkontaminasi darah, juga dapat menyebabkan penularan.
  6. Melalui Transplantasi Organ
    Pada masa lalu, telah terjadi beberapa kasus penularan HIV melalui transplantasi organ. Namun, prosedur transplantasi organ sekarang telah meningkat dan mengurangi risiko penularan.
  7. Alat-alat Tindik dan Tato yang Tidak Steril
    Penggunaan alat tindik dan tato yang tidak steril dapat menyebabkan penularan HIV jika alat tersebut terkontaminasi oleh darah yang terinfeksi.

Setelah tertular HIV, terdapat beberapa tahap infeksi, yaitu:

  1. Fase akut
    Biasanya terjadi beberapa minggu setelah infeksi dan bisa menyerupai flu atau gejala lainnya.
  2. Tahap laten
    Infeksi HIV aktif dalam tubuh, tetapi gejala mungkin tidak terlihat atau dirasakan.
  3. Tahap simptomatik
    Sistem kekebalan tubuh mulai melemah dan timbul gejala, seperti infeksi menahun, kandidiasis, penurunan berat badan, dan kelelahan.

Perlu diingat bahwa HIV tidak menular melalui kontak sehari-hari seperti berjabat tangan, berpelukan, mencium, menggunakan toilet yang sama, atau berbagi peralatan makan.

Penularan HIV hanya terjadi melalui darah, cairan tubuh tertentu, dan kontak seksual dengan orang yang terinfeksi.

Penting untuk melakukan pencegahan HIV dengan cara-cara seperti berhubungan seks dengan aman menggunakan kondom, menggunakan jarum suntik steril, melakukan pemeriksaan HIV secara teratur, dan mendapatkan pengobatan ARV jika terinfeksi HIV untuk mencegah penularan kepada orang lain dan mengelola kesehatan dengan baik.

Gejala Awal Penyakit HIV/AIDS

Gejala awal infeksi penyakit HIV (Human Immunodeficiency Virus) tidak selalu terjadi pada semua orang dan dapat bervariasi dari satu individu ke individu lainnya.

Pada beberapa kasus, orang yang terinfeksi HIV mungkin tidak mengalami gejala sama sekali selama beberapa waktu.

Gejala awal HIV dapat muncul dalam waktu 2 hingga 4 minggu setelah terpapar virus.  Gejala awal tersebut antara lain:

  1. Gejala Mirip Flu
    Beberapa orang yang baru terinfeksi HIV dapat mengalami gejala yang mirip dengan flu atau pilek, seperti demam, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, kelenjar bengkak, dan tenggorokan kemerahan.
  2. Ruam Kulit
    Sejumlah orang dengan HIV bisa mengalami ruam kulit. Ruam ini dapat berupa bercak-bercak merah atau ruam yang lebih luas di berbagai bagian tubuh.
  3. Sakit Tenggorokan dan Sariawan
    Infeksi awal HIV dapat menyebabkan rasa sakit dan kemerahan di tenggorokan, serta sariawan yang tidak sembuh dengan cepat.
  4. Pembengkakan Kelenjar Getah Bening
    Beberapa orang dengan infeksi HIV dapat mengalami pembengkakan kelenjar getah bening, terutama di leher, ketiak, atau daerah lain di tubuh.
  5. Kelelahan
    Infeksi HIV awal dapat menyebabkan kelelahan yang berlebihan dan melemahkan.

Perlu diingat bahwa gejala-gejala ini tidak spesifik untuk HIV dan dapat terjadi pada banyak kondisi kesehatan lainnya.

Sebagai contoh, pilek biasa dan infeksi lainnya juga dapat menyebabkan gejala yang serupa.

Oleh karena itu, satu-satunya cara pasti untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi HIV adalah dengan melakukan tes HIV.

Jika seseorang memiliki dugaan terpapar HIV atau mengalami gejala-gejala yang mencurigakan, sangat penting untuk melakukan tes HIV dan berkonsultasi dengan profesional kesehatan.

Semakin dini HIV terdeteksi, semakin baik pengelolaan kesehatan dan pencegahan penyebaran virus kepada orang lain.

Pengobatan dini dengan obat antiretroviral (ARV) juga dapat membantu mengendalikan virus dan memperpanjang masa hidup seseorang dengan HIV.

BACA JUGA : Penyakit Kanker | Penjelasan Lengkap dan Detail

Cara Pencegahan Penyakit HIV/AIDS

Pencegahan penyakit HIV/AIDS melibatkan langkah-langkah yang efektif untuk mengurangi risiko terpapar virus HIV.

Berikut adalah beberapa cara pencegahan HIV/AIDS secara lengkap:

  1. Penggunaan Kondom
    Penggunaan kondom dengan benar dan konsisten saat berhubungan seks (vaginal, anal, atau oral) dapat mengurangi risiko penularan HIV.
    Kondom adalah salah satu cara paling efektif untuk mencegah infeksi HIV dan juga melindungi dari penyakit menular seksual (PMS) lainnya.
  2. Penggunaan Jarum Suntik Steril
    Bagi mereka yang menggunakan jarum suntik, pastikan selalu menggunakan jarum suntik dan peralatan yang steril.
    Jangan berbagi jarum suntik dengan orang lain, karena ini dapat menyebabkan penularan HIV dan infeksi lainnya.
  3. Penggunaan Terapi Antiretroviral (ARV)
    Bagi orang dengan HIV, pengobatan dengan terapi antiretroviral (ARV) yang tepat dan teratur sangat penting.
    ARV dapat mengurangi jumlah virus dalam tubuh dan membantu mencegah penularan HIV kepada orang lain.
  4. Tes HIV dan Pengujian Rutin
    Menjalani tes HIV secara rutin sangat penting, terutama bagi mereka yang berisiko tinggi atau aktif secara seksual.
    Dengan mengetahui status HIV, seseorang dapat mencari pengobatan lebih awal jika dinyatakan positif dan menghindari penularan kepada pasangan seksual atau bayi.
  5. Penggunaan Pre-Exposure Prophylaxis (PrEP)
    PrEP adalah obat yang digunakan oleh orang yang tidak terinfeksi HIV untuk mencegah infeksi jika berisiko tinggi terpapar HIV.
    PrEP harus diambil sesuai dengan petunjuk dokter dan seringkali disarankan untuk mereka yang berhubungan seks dengan pasangan HIV positif atau berisiko tinggi lainnya.
  6. Pengujian dan Pengobatan Penyakit Menular Seksual (PMS)
    Mencegah dan mengobati PMS seperti gonore, sifilis, klamidia, dan herpes genital dapat membantu mengurangi risiko penularan dan infeksi HIV, karena luka dan peradangan dari PMS dapat memfasilitasi penularan HIV.
  7. Edukasi dan Kesadaran
    Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang HIV/AIDS dapat membantu mengurangi stigma, mendorong perilaku seksual yang aman, dan mempromosikan upaya pencegahan di komunitas.

Penting untuk diingat bahwa menerapkan beberapa cara pencegahan secara bersamaan akan meningkatkan efektivitas dalam melindungi diri dari HIV/AIDS.

Jika Anda memiliki pertanyaan atau kekhawatiran tentang pencegahan HIV/AIDS, berkonsultasilah dengan profesional kesehatan atau klinik kesehatan terdekat.

Cara Pengobatan Penyakit HIV/AIDS

Pengobatan penyakit HIV/AIDS melibatkan penggunaan terapi antiretroviral (ARV) yang efektif.

Terapi ARV bertujuan untuk menekan perkembangan virus HIV, menjaga fungsi sistem kekebalan tubuh, dan mengurangi risiko penularan virus kepada orang lain.

Pengobatan penyakit HIV/AIDS secara lengkap tidak berarti penyembuhan total dari virus, tetapi dapat memungkinkan penderita untuk hidup dengan kualitas hidup yang baik dan mengontrol reproduksi virus hingga tingkat yang tidak terdeteksi dalam tes darah.

Terapi ARV biasanya terdiri dari kombinasi obat-obatan dari beberapa kelas yang berbeda, seperti inhibitor reverse transcriptase nukleosida (NRTI), inhibitor reverse transcriptase non-nukleosida (NNRTI), inhibitor protease, dan inhibitor integrase.

Penggunaan kombinasi obat ini disebut sebagai terapi kombinasi (combination antiretroviral therapy, CART) atau terapi antiretroviral terkombinasi (combined antiretroviral therapy, cART).

Berikut adalah langkah-langkah umum dalam pengobatan Penyakit HIV/AIDS:

  1. Diagnosa dan Pemeriksaan
    Setelah tes HIV positif, langkah pertama adalah melakukan pemeriksaan yang lebih mendalam untuk menentukan status HIV dan tingkat keparahan infeksi.
  2. Memulai Terapi ARV
    Setelah penentuan status HIV, jika diperlukan, dokter akan meresepkan kombinasi obat ARV yang sesuai untuk mengontrol perkembangan virus.
  3. Minum Obat Secara Teratur
    Penting untuk minum obat ARV sesuai dengan petunjuk dokter, secara teratur, dan tanpa melewatkan dosis.
    Pengobatan yang konsisten dapat membantu mencegah resistensi virus terhadap obat dan menjaga viral load (tingkat virus dalam darah) tetap rendah.
  4. Pemantauan dan Pemeriksaan Berkala
    Orang dengan HIV/AIDS akan membutuhkan pemantauan rutin dan pemeriksaan darah untuk memantau viral load, jumlah sel CD4 (sel kekebalan yang menjadi target HIV), dan fungsi organ tubuh lainnya.
  5. Pengelolaan Efek Samping
    Beberapa obat ARV dapat menyebabkan efek samping. Pengelolaan efek samping adalah bagian penting dari pengobatan HIV/AIDS secara lengkap untuk memastikan pasien dapat mentoleransi obat dan tetap mengikuti pengobatan.
  6. Hidup Sehat
    Gaya hidup sehat, seperti pola makan seimbang, berolahraga teratur, menghindari rokok dan alkohol, dan mengurangi stres, dapat membantu memperkuat sistem kekebalan tubuh.

Pengobatan HIV/AIDS yang tepat dan konsisten dapat membantu seseorang dengan HIV/AIDS untuk hidup lebih lama dan mencegah penularan virus kepada orang lain.

Penting untuk berkomunikasi dengan profesional kesehatan dan mengikuti perawatan yang direkomendasikan untuk mendapatkan manfaat maksimal dari pengobatan HIV/AIDS.

BACA JUGA : Penyakit Rabies | Penjelasan Lengkap dan Detail

Olahraga Yang Membantu Pasien HIV/AIDS

Olahraga memiliki banyak manfaat bagi pasien penyakit HIV/AIDS. Olahraga yang tepat dan teratur dapat membantu meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mengurangi risiko komplikasi kesehatan, dan meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental.

Namun, sebelum memulai program olahraga baru, sangat penting untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan atau dokter Anda, terutama jika Anda memiliki kondisi kesehatan yang mendasarinya.

Berikut adalah beberapa jenis olahraga yang dapat membantu pasien penyakit HIV/AIDS:

  1. Kardio atau Aerobik
    Olahraga kardio seperti berjalan cepat, jogging, bersepeda, berenang, dan lari adalah cara efektif untuk meningkatkan kekuatan kardiovaskular dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Olahraga kardio juga dapat membantu mengurangi risiko penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi pada orang dengan HIV/AIDS.
  2. Latihan Kekuatan
    Latihan kekuatan atau olahraga beban dapat membantu membangun massa otot dan kekuatan. Hal ini dapat membantu meningkatkan fungsi tubuh dan memperkuat sistem kekebalan tubuh.
  3. Senam atau Yoga
    Senam atau yoga dapat membantu meningkatkan fleksibilitas, keseimbangan, dan kesejahteraan mental. Latihan pernapasan dan relaksasi dalam yoga juga dapat membantu mengurangi stres, yang bisa menjadi faktor yang mempengaruhi kesehatan orang dengan HIV/AIDS.
  4. Olahraga Peregangan
    Olahraga peregangan atau stretching membantu menjaga kelenturan otot dan sendi, serta mengurangi risiko cedera saat berolahraga.
  5. Latihan Pernapasan
    Latihan pernapasan dalam seperti meditasi atau latihan pernapasan mendalam dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan mental.
  6. Bermain Olahraga
    Bermain olahraga seperti tenis, bulu tangkis, atau sepak bola dapat meningkatkan kebugaran fisik dan sosial.

Ingatlah untuk memulai olahraga dengan perlahan dan meningkatkan intensitas secara bertahap.

Jangan lupa untuk melakukan pemanasan sebelum berolahraga dan pendinginan setelahnya untuk menghindari cedera.

Selalu perhatikan kondisi kesehatan Anda dan konsultasikan dengan dokter jika ada pertanyaan atau kekhawatiran tentang program olahraga Anda.

Olahraga yang tepat dan teratur, bersama dengan pengobatan yang benar, pola makan seimbang, dan gaya hidup sehat, dapat membantu memperkuat tubuh dan meningkatkan kualitas hidup bagi pasien HIV/AIDS.

Makanan Yang Membantu Pasien HIV/AIDS

Makanan yang sehat dan seimbang memainkan peran penting dalam menjaga kesehatan dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh bagi pasien penyakit HIV/AIDS.

Kombinasi diet yang tepat dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh, membantu mengatasi gejala, dan meningkatkan kualitas hidup.

Berikut adalah beberapa makanan yang dapat membantu pasien penyakit HIV/AIDS:

  1. Protein
    Protein penting untuk memperbaiki dan membangun jaringan tubuh, termasuk sel-sel kekebalan. Pilih sumber protein yang sehat seperti daging tanpa lemak, ikan, ayam tanpa kulit, tahu, tempe, kacang-kacangan, biji-bijian, dan telur.
  2. Buah-buahan dan Sayuran
    Buah-buahan dan sayuran kaya akan vitamin, mineral, serat, dan antioksidan yang membantu memperkuat sistem kekebalan tubuh. Pilih beragam buah dan sayuran berwarna-warni untuk mendapatkan nutrisi yang berbeda.
  3. Lemak Sehat
    Lemak sehat dari sumber seperti alpukat, kacang-kacangan, biji-bijian, ikan berlemak (seperti salmon, makarel, dan sarden), dan minyak zaitun penting untuk kesehatan jantung dan membantu penyerapan beberapa vitamin yang larut dalam lemak.
  4. Karbohidrat Sehat
    Pilih karbohidrat kompleks dari sumber seperti nasi merah, roti gandum, pasta gandum utuh, kentang manis, dan biji-bijian untuk energi yang tahan lama dan kesehatan pencernaan.
  5. Susu dan Produk Olahannya
    Pilih susu rendah lemak atau tanpa lemak, yogurt rendah lemak, dan keju rendah lemak sebagai sumber kalsium dan protein.
  6. Suplemen Vitamin dan Mineral
    Dalam beberapa kasus, pasien HIV/AIDS mungkin membutuhkan suplemen vitamin dan mineral tambahan untuk mengatasi defisiensi nutrisi atau meningkatkan daya tahan tubuh. Namun, konsultasikan dengan dokter sebelum mengonsumsi suplemen.
  7. Air Putih
    Pastikan Pasien HIV/AIDS untuk menjaga dan minum yang cukup air putih setiap hari agar tubuh tetap terhidrasi.

Hindari makanan yang tinggi gula tambahan, lemak jenuh, dan makanan olahan yang rendah nutrisi, karena dapat mempengaruhi kesehatan tubuh dan sistem kekebalan.

Selain makanan, penting juga untuk memperhatikan kebersihan makanan dan menghindari makanan mentah atau setengah matang yang berisiko mengandung bakteri atau parasit yang berbahaya.

Ingatlah bahwa setiap pasien HIV/AIDS dapat memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda, tergantung pada kondisi kesehatan masing-masing.

Konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi untuk menyusun rencana makan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Anda.

 

Referensi :

  1. Top Healthy Lifestyle (THL)
  2. World Health Organization (WHO)

Similar Posts:

Related Posts

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *