Kejati Anggap Polda Ngotot Soal Dugaan Korupsi Anggaran Operasional Kepala Daerah Halsel

Aspidsus Kejati Malut, Ardian. (Yasim Tandaseru)

PENAMALUT.COM, TERNATE – Kejaksaan Tinggi Maluku Utara menilai Polda Malut terkesan memaksakan penanganan kasus dugaan korupsi anggaran operasional kepala daerah Kabupaten Halmahera Selatan yang menyeret mantan Bupati Bahrain Kasuba dan dua mantan pejabat lainnya.

Pasalnya, kasus ini masih dalam tahap TP-TGR (tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi). Sehingga masih ada waktu untuk dilakukan pengembalian kerugian negaranya.

“Perkara itu (anggaran operasional kepala daerah Halmahera Selatan) belum memenuhi syarat. Kenapa? Karena itu prosesnya sudah dilakukan TP-TGR. Itu menurut jaksa penelitinya,” jelas Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Malut, Ardian dalam jumpa pers, Sabtu (22/7).

Menurutnya, jika sudah dilakukan TP-TGR, maka ada waktu untuk dilakukan pengembalian kerugian keuangan negara.

“Padahal itu masih proses TP-TGR. Masih ada jangka waktu pengembalian. Jadi pendapat saya penyidik ngotot. Kita ikut prosedur,” tegasnya.

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis dalam keterangan ahli ke penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Malut terkait dugaan kasus tindak pidana korupsi anggaran operasional kepala daerah Kabupaten Halmahera Selatan menyatakan akibat-akibat hukum dari segi administrasi negara terhadap pembentukan TP-TGR telah menegaskan hal itu.

Menurut Margarito, TP-TGR adalah perintah aturan. Jika itu sudah dibentuk, maka akibat hukumnya adalah kasus apapun itu berubah dari pidana menjadi adminitrasi negara.

Sehingga itu, ia memberikan keterangan ahli untuk mendudukkan permasalahan tersebut.

“Saya tetap berpendapat bahwa sama sekali tidak ada pidana di situ. Tapi nanti kita lihat perkembangannya,” ucapnya.

Ia bilang, jika ada kesalahan prosedur pencairan dana operasional kepala daerah dan seterusnya yang mengakibatkan kerugian keuangan negara, maka dibentuk TP-TGR. Didalam peraturan perundang-undangan, khususnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 tahun 2016 dan Permendagri Nomor 133 tahun 2018 mengkualifisir ketika TP-TGR terbentuk, maka seluruh persoalan hukum itu berubah menjadi adminitrasi negara.

“Kerugian keuangan negara itu harus dipulihkan dengan cara memberikan ganti rugi,” tandasnya.

Ia menambahkan, kalaupun tenggang waktu kerugian keuangan negara belum dipenuhi sampai dengan berakhirnya batas waktu pengembalian ganti rugi belum tuntas diberikan, maka pejabat penyelesaian kerugian keuangan negara mestinya menerbitkan apa yang disebut dengan SKP2K.

Setelah itu, lanjut dia, lalu dilimpahkan ke lembaga berwenang yang mengurus dan menagih termasuk melakukan penyitaan maupun sita jaminan terhadap harta barang dari orang yang dituduh melakukan kerugian negara. Sehingga hilang semua sifat pidananya, hilang pula kewenangan untuk menyidik perkara tersebut. (gon/ask)